Senin, 23 Juni 2008

PENCERAHAN

Banyak orang yang salah persepsi pada saat ini mengenai homeschooling ,seperti anak saya tidak dapat bersosialisasi ,anak saya bisa menjadi kuper ,anak saya akan berkurang EQ nya, yach itu pendapat yang sah-sah saja ,saya hanya ingin berbagi pengalaman saja, masih ingat ketika internet pertamakali muncul ,banyak sekali orang yang menentangnya seperti : wah internet dapat membuat orang berjam2 didepan komputer pasti akan membuat orang lupa akan bersosialisasi ,padahal setelah internet muncul sampai sekarang ini lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya dan orang tetap bisa bersosialisasi malahan bisa memiliki teman dihampir setiap penjuru bumi ini ,karena internet dapat menjangkau dengan luas ,semuanya kembali kepada orang yang bersangkutan bagaimana dia menfaaatkan teknologinya,

apakah untuk hal yang negatif atau positif jadi kadang sesuatu yang baru memang memiliki banyak tantangannya seperti dengan homeschooling padahal homeschoooling mempunyai berbagai macam tipe pengajaran seperti komunitas atau home visiting yang semuanya dilakukan oleh orang yang profesional seperti layaknya guru disekolah formal dan dikomunitas sendiri adalah tempat untuk anak2 homeschooll berkumpul mereka dapat bersosialisasi satu sama lain karena ada wadahnya seperti FIKAR HOMESCHOOLING yang komunitasnya berada di jl. Lebak Bulus 1 no.23 jadi bukan berarti dengan homeschooling anak jadi mandek dalam hal pergaulannya malahan mereka lebih banyak waktu untuk bersosialisasi ditempat lain seperti ketika mereka memiliki bakat ,minat atau hoby yang mereka dapat salurkan di komunitas2 seperti club musik, club olah raga ,club hoby yang sama dan perkumpulan2 yang lainnya dan hal ini,

membuat anak menjadi lebih bahagia karena mereka dapat menyalurkan bakat dan minat mereka dengan lebih fokus dan hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri mereka lebih besar karena merasa lebih bermanfaat untuk sesama karena mereka melakukan sesuatu yang mereka sukai bukannya dipaksakan untuk melakukan hal yang mereka kurang sukai karena banyak anak jaman sekarang merasa sekolah adalah tekanan daripada kesenangan padahal bagaimana anak kita akan sukses dimasa depannya apabila sejak dini mereka diharuskan menguasai semua mata pelajaran padahal yang mereka sukai hanya beberapa mata pelajaran saja dan mereka dipaksa harus bagus disemua pelajarannya apabila ada salah satu yang jelek mereka dicap bodoh padahal hanya satu pelajaran ,bagaimana hal ini mereka tidak tambah tertekan atau stres inilah yang menyebabkan anak males kesekolah atau menjadi anak yang pemberontak ,

karena keinginan mereka tidak pernah didengar oleh karena itu dengan homeschoooling anak lebih diarahkan untuk mengetahui apa sebenarnya bakat dan minat mereka pribadi, agar mereka dapat lebih mengexplorasi dirinya lebih tajam lagi dan ini membuat mereka menjadi manusia yang unggul karena mereka melakukan sesuatu tanpa paksaan karena tidak ada satu orang dewasa pun didunia ini suka dipaksa untuk melakukan sesuatu tanpa dari dalam diri mereka sendiri apalagi anak2 yang juga memiliki bakat ,minat ,karateristik yang berbeda2

Kamis, 12 Juni 2008

PENERIMAAN MURID BARU ATAU PINDAHAN


1.Gratis Fingerprint test
2.Modul

FASILITAS KOMUNITAS FIKAR HOMESCHOOLING JL. LEBAK BULUS 1 NO.23 CILANDAK JAK-SEL :

-RUANGAN KELAS BER AC
-LABORATORIUM , PERPUSTAKAAN , INTERNET

METODE PENGAJARAN ;

KOMUNITAS DAN HOME VISITING

OUTING CLASS ( STUDY WISATA , STUDY TOUR , KARYA WISATA )

BELAJAR DENGAN HATI , OPEN MIND

MULTIPLE INTELLIGENT , QUANTUM TEACHING , MIND MAPPING

Senin, 09 Juni 2008

Minggu, 11 Mei 2008

TENTANG FIKAR HOMESCHOOLING

Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Dan, setiap anak sedapat mungkin memperoleh pendidikan yang layak bagi diri mereka. Namun dalam pengalaman dilapangan menunjukan bahwasanya banyak anak mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan selama bersekolah. Sebut saja, kasus Bullying, bentakan dan kekerasan dari guru bahkan pemasungan kreatifitas anak. Pengalaman-pengalaman yang kurang berkesan tersebut menimbulkan phobia terhadap sekolah (school phobia) bagi anak dan orang tua.
Kemudian, upaya penyeragaman kemampuan dan keterampilan semua anak untuk seluruh bidang turut mematikan minat dan bakat anak yang tentunya berbeda-beda, karena setiap anak adalah unik. Lebih jauh lagi, kurikulum yang terlalu padat dan tugas-tugas rumah yang menumpuk membuat kegiatan belajar menjadi suatu beban bagi sebagian anak. Melihat kondisi ini, maka perlu dicarikan solusi alternatif bagi anak-anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan formal, salah satu bentuknya adalah kegiatan homeschooling. Berdasarkan alasan inilah maka kami membangun komunitas sekolah yang disebut dengan fikarhomeschooling sebagai sebuah institusi pendidikan alternatif yang senantiasa memperhatikan hak anak atas pendidikan.

Kamis, 08 Mei 2008

SEPERTI APAKAH POTRET PENDIDIKAN KINI ?

Written by Ayah Edy

Saturday, 17 February 2007

Syahdan di tengah-tengah hutan belantara Sumatera berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “disamakan dengan manusia”, sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia. Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia.

Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran.Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan Menyelam

Mengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”, maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari binatang lainya, sehingga berbondong-bondonglah berbagai jenis binatang mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak

Proses belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu; Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang; dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga bertengger didahan sebuah pohon yang tertinggi.

Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat; dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak tertinggi pohon yang ada di hutan itu.

Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.

Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari; kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di sana. Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.

Lain lagi dengan Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.

Begitulah pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.

Inilah awal dari semua kekacauan.itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.

Burung elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan kehabisan nafas saat pelajaran menyelam.

Tupaipun demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan luka dan memar disana-sini.

Lain lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat, berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.

Demikian juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.

Yang lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di mata pelajaran yang tidak dikuasainya; perlahan-lahan Elang mulai kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat, bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat. Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Dan yang paling malang adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.

Akhirnya tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah keluar dari sekolah. Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas habis oleh kurikulum sekolah tersebut. Sehingga satu demi satu binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya..

Tidakkah kita menyadari bahwa sistem persekolahan manusia yang ada saat inipun tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan binatang dalam kisah ini. Kurikulum sekolah telah memaksa anak-anak kita untuk menguasai semua mata pelajaran dan melupakan kemampuan unggul mereka masing-masing. Kurikulum dan sistem persekolahan telah memangkas kemampuan alami anak-anak kita untuk bisa berhasil dalam kehidupan menjadi anak yang hanya bisa menjawab soal-soal ujian.

Akankah nasib anak-anak kita kelak juga mirip dengan nasib para binatang yang ada disekolah tersebut?

Bila kita kaji lebih jauh produk dari sistem pendidikan kita saat ini bahkan jauh lebih menyeramkan dari apa yang digambarkan oleh fabel tersebut; bayangkan betapa para lulusan dari sekolah saat ini lebih banyak hanya menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja, betapa banyak para lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya selama bertahun-tahun, sebuah pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Betapa para lulusan sekolah tidak tahu akan dunia kerja yang akan dimasukinya, jangankan kemapuan keahlian, bahkan pengetahuan saja sangatlah pas-pasan, betapa hampir setiap siswa lanjutan atas dan perguruan tinggi jika ditanya apa kemampuan unggul mereka, hampir sebagian besar tidak mampu menjawab atau menjelaskannya.

Begitupun setelah mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, berapa banyak dari mereka yang tidak memberikan unjuk kerja yang terbaik serta berapa banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaanya. Belum lagi kita bicara tentang carut marut dunia pendidikan yang kerapkali dihiasi tidak hanya oleh tawuran pelajar melainkan juga tawuran mahasiswa. Luar biasa “Maha Siswa” julukan yang semestinya dapat dibanggakan dan begitu agung karena Mahasiswa adalah bukan siswa biasa melainkan siswa yang “Maha”. Namun nyatanya ya Tawuran juga.

Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di negeri ini...?

Sistem yang tidak menghargai proses
Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir.
Sistem yang hanya mengajari anak untuk menhafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya
Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.
Sistem sekolah yang berfokus pada nilai
Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam). Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungkan oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata. Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata. Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya. Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..? Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..? Jadi wajar saja; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.
Sistem pendidikan yang Seragam-sama untuk setiap anak yang berbeda-beda
Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaanya. Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama. Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam. Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.
Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidik
Sekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.
Apa beda mendidik dengan mengajar...?

Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.

Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Panca Sila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi dilapangan. Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Panca Sila dsb. Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).

Jadi wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.




Last Updated ( Monday, 19 February 2007 )

NEGERI 1001 GELAR

Negeri 1001 Gelar

Written by Ayah Edy
Saturday, 17 February 2007
Hallo Sahabat Parenting dan Para orang tua yang berbahagia apa kabar.....? bertemu lagi dengan saya Ayah Edy dalam program kita “The Inspiration for Better Education”, Kali ini kita akan bicara tentang sebuah dongeng dari negeri 1001 gelar.
Gelar oh gelar.....tiada Tuhan selain Gelar...padahal orang-orang besar yang merubah peradaban dunia justru tiada bergelar.... tapi mengapa manusia begitu bangga dengan yang namanya gelar....Gelar ibarat sebuah nyawa dalam hidup, tanpa gelar sepertinya seseorang tak kan pernah bisa hidup, tapi mengapa justru mereka yang mengubah kehidupan dunia lebih banyak yang tidak bergelar.

Gelar oh gelar.....semuanya diukur dengan gelar....
Bahkan dalam semua aspek kehidupan, prestasi, kemampuan, isi kepala tidak lagi menjadi penting; jauh lebih penting memiliki gelar...dan jumlah gelar yang dimilikinya...

Gelar oh gelar...Tiada Tuhan Selain Gelar...... bahkan untuk mencari pasangan hidupun Di negeri ini gelar menjadi salah satu persyaratannya....

ya.... isi kepala dan nilai kemulian manusia hanya diukur sebatas gelar....

Anda tidak boleh masuk kesini jika tidak bergelar anu.... atau anda boleh mengikuti ini asalkan minimal bergelar anu, anda tidak boleh menjadi itu jika tidak memiliki gelar setinggi ini, begitulah isi sebuah aturan main di negeri 1001 gelar. Sehebat apapun prestasi anda dan sebesar apapun jasa anda; anda tak akan pernah naik peringkat jika anda tidak mau menambah jumlah gelar yang anda miliki saat ini...

Begitulah pembatasan-pembatasan yang telah dibuat di negeri 1001 gelar...

Gelar.... oh gelar.... Ya Gelar-gelar yang telah membuat sombong orang yang memilikinya, yang telah merendahkan orang yang tidak memilikinya; dan yang telah membuat para orang tua begitu khawatir akan anak-anaknya...

Hingga berduyun-duyunlah orang berebut gelar, ya... karena segalanya diukur berdasarkan gelar....Maka menyingkirlah segera wahai pemikir-pemikir hebat dan orang-orang berprestasi dinegeri itu jika anda tak bergelar....Bahkan yang tak kalah luar biasanya adalah, untuk menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Agung sekalipun, mereka masih belum rela rasanya jika tidak menambahkan gelar setelah melaksanakannya....

Sungguh luar biasa...., Tiada Tuhan selain Gelar....; itulah semboyan yang paling terkenal di negeri 1001 gelar...

Untunglah dunia olah raga sejak dahulu tidak pernah ikut-ikutan untuk mendewa-dewakan gelar.....

Anda atau siapapun tanpa terkecuali boleh ikut ambil bagian dan unjuk gigi di dunia ini.... Tidak perduli apapun gelar anda, hanya prestasilah taruhannya; siapa yang tidak unggul dia akan segera diminta mundur.. tidak seperti di negeri 1001 gelar. Dunia olah raga adalah dunia prestasi yang dari waktu-kewaktu tidak pernah ada kemunduran; catatannya selalu bergerak maju.... Anda dinilai berdasarkan kemampuan bukan berdasarkan berapa tingginya gelar anda atau berapa banyaknya gelar yang mengiringi nama anda...

Begitulah kehidupan di negeri 1001 gelar....; negeri ini semakin hari semakin terpuruk.... karena negara harus menaggung beban yang demikian berat terhadap orang-orang yang tidak berprestasi tapi memiliki gelar yang berbaris mulai dari depan hingga dibelakang namanya.....

Bahkan yang jauh lebih memprihatinkan lagi ternyata bahwa sebagian besar masyarakat di negeri 1001 gelar sudah mulai lupa apa arti “Kemampuan Unggul”, Apa arti “Prestasi”; dan dari hasil temuan terakhir diketahui bahwa, didalam kamus besar bahasa, di negeri 1001 gelar, juga sudah tidak memuat lagi kata-kata seperti “Prestasi”, “Kemampuan”, “Kinerja”, “Keahlian” dan sejenisnya, melainkan telah diganti dengan rangkaian daftar panjang gelar-gelar lama yang sebagian telah di konversikan menjadi gelar-gelar baru yang semakin rumit dan membingungkan.

Begitulah Kisah di Negeri 1001 gelar, Sebuah Negeri yang pada akhirnya selalu diliputi oleh 1001 masalah dan 1001 bencana yang terus datang silih berganti....

Sungguh menakutkan; akhir sebuah cerita dari sebuah negeri yang menganut paham Tiada Tuhan selain Gelar....

Ah.... seandainya saja kita mau belajar dari negeri 1001 gelar ini, mungkin kita bisa lebih cepat sadar dan bertobat.................

Last Updated ( Thursday, 22 February 2007 )

KEKERASAN PADA ANAK

Written by Ayah Edy

Saturday, 17 February 2007
Hallo... Orang tua yang berbahagia dan sahabat parenting club apa khabarnya

Para orang tua yang berbahagia belakangan ini saya sungguh prihatin melihat kejadian-demi kejadian kekerasan orang tua kepada anak yang berhasil diliput dan ditayangkan oleh media televisi. Sebenarnya sangat sulit diterima oleh akal bahwa kita sebagai manusia bisa bertindak sekeji itu pada anak-anak yang usianya masih relatif dini.

Sungguh aneh tapi nyata; kata seorang teman bercerita pada saya; bahkan jika kita perhatikan binatang yang paling liar di hutan Afrika sekalipun tidak pernah ada yang menyiksa anaknya.

Namun demikian marilah kita mencoba untuk tidak saling menyalahkan; namun lebih berusaha untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Mari kita gali fenomena ini dan mari kita kaji secara lebih ilmiah;



Para orang tua dan sahabat parenting yang berbahagia.....
Jika kita berbicara tentang bagaimana manusia bereaksi terhadap sesuatu maka itu artinya kita tak lepas untuk membicarakan tentang susunan dan fungsi kerja otak. Karena berdasarkan hasil riset otak; seluruh prilaku dan gerak-gerik seseorang seluruhnya dikendalikan oleh otaknya. Otak adalah Pusat Operasi dari setiap reaksi manusia baik yang disadari ataupun yang tidak disadarinya.



Sahabat Parenting mari kita tinjau lebih dalam lagi tentang otak kita;
Berdasarkan susunanannya; secara sederhana otak kita terbagi kedalam 3 tingkatan; Tingkatan pertama adalah otak reptil; yakni otak yang mengatur tentang fungsi-fungsi dasar kehidupan, oleh kerenanya otak ini sering juga disebut sebagai The Basic Insting; Fungsi utama dari otak reptil ini adalah untuk mengatur sistem otomatis yang ada ditubuh seperti suhu tubuh, detak jantung, sistem pernafasan, termasuk juga seluruh gerak reflek terhadap ancaman yang biasanya diwujudkan dalam bentuk penyerangan atau penghindaran.



Tingkatan kedua otak manusia adalah Otak Mamalia atau otak Korteks; Otak Mamalia ini mengatur fungsi memori dan sebagian besar fungsi-fungsi emosi baik positif maupun negatif. Fungsi kerja otak Mamalia ini terutama adalah sebagai alat sensor terhadap reaksi yang diterima oleh seseorang dari pihak lain baik yang bersifat ancaman atau kegembiraan.

Dan tingkatan yang ketiga adalah otak Neo Korteks atau otak Berpikir Tingkat tinggi; Otak ini menangani proses berpikir tingkat tinggi manusia baik berpikir kreatif ataupun berpikir logika.

Otak berpikir Tingkat Tinggi ini sesungguhnya adalah anugrah terbesar Tuhan pada manusia; Karena hanya manusialah yang memilikinya secara sempurna.



Otak berpikir ini terbaki menjadi Otak Kiri dan Otak Kanan, Otak kiri pada umumnya berfungsi sebagai berpikir Logika dan Otak Kanan berfungsi sebagai berpikir Kreatif.

Dengan kemampuan otak berpikir kreatif inilah maka manusia telah berhasil menciptakan peradaban yang semakin maju dari waktu kewaktu yang tidak tertandingi oleh mahluk lain yang ada dimuka bumi ini; dan dengan berpikir logika manusia akan dapat menganalisis keputusan-keputusan yang tepat untuk pemecahan berbagai masalah yang dihadapinya.

Mahluk lain yang tidak memiliki otak ini; tidak pernah bisa berpikir kreatif, sehingga jika kita perhatikan dari abad-keabad dunia binatang tidak pernah mengalami kemajuan peradaban bahkan ditingkat Primata sekalipun.



Sahabat Parenting lalu apa hubungannya dengan tindak kekerasan orang tua pada anaknya...?

Begini ceritanya; Mari kita bayangkan.... Lapis pertama otak kita adalah otak Reptil memiliki fungsi reaktif menghindar, bertahan dan menyerang. Lapis kedua otak kita adalah otak Mamalia; Fungsinya adalah sebagai sensor apakah kita akan mengaktifkan otak Reptil atau Otak berpikir kita; Jika ternyata otak Mamalia mengkatifkan otak Reptil maka reaksi-reaksi yang muncul tentu juga mirip dengan reaksi seekor binatang reptil; dan apa bila otak Mamalia kita mengaktifkan otak Berpikir maka reaksi-reaksi yang muncul adalah reaksi logis dan penuh kehati-hatian.



Setiap hari dalam setiap kejadian otak Mamalia kita terus melakukan sensor dengan menterjemahkan apakah ini sebagai ancaman atau kesenangan; apa bila kejadian tersebut bersifat ancaman dan telah membuat otak mamalia tertekan maka otak ini akan segera memerintahkan otak Reptil untuk aktif dan mengambil kendali lebih lanjut dalam bentuk prilaku-prilaku kekerasan namun apa bila kejadian tersebut membuat otak mamalia merasa senang maka ia akan segera memerintahkan otak berpikir untuk aktif.

Dan perlu anda ketahui bahwa antara Otak Reptil dan Otak Berpikir Logis tidak pernah aktif secara bersamaan; melainkan satu sama lain saling bergantian; Itulah sebabnya apa bila kita habis melakukan tindakan kekerasan sesudahnya pasti kita akan menyesalinya. Itu artinya pada saat anda melakukan kekerasan anda sedang mengkatifkan otak reptil dan pada saat anda menyesalinya berarti otak yang aktif telah berpindah ke otak Berpikir Tingkat Tinggi.

Jadi para orang tua yang cenderung melakukan kekerasan pada anak pada hakikatnya adalah orang tua yang sensor otak mamalianya terlatih untuk cenderung mengaktifkan otak reptilnya.

Para orang tua yang berbahagia...


Ada dua sebab utama mengapa seseorang cenderung mengaktifkan otak reptilnya dalam bereaksi terhadap prilaku anaknya;

Adalah pola didik yang diterapkan oleh orang tuanya dulu; Jika orang tua kita dulu keras terhadap kita, maka kita akan punya kecenderungan keras terhadap anak kita. Begitu pula jika dulu orang tua kita sering memukul; maka kitapun punya kecenderungan kuat untuk memukul anak kita.
Cara kita menanggapi situasi; akan sangat menentukan otak mana yang akan bekerja aktif; Misalnya, Jika ada prilaku anak kita yang kebetulan tidak sesuai dengan keinginan kita itu diterjemahkan sebagai suatu perlawanan, pembangkangan, kenakalan atau ketidak disiplinan. Maka hasil terjemahan ini akan membuat kita kesal, dan jika ini terus terjadi berulang-ulang maka kita akan segera naik pitam, pada kondisi ini kita punya kecenderungan kuat untuk memicu aktifnya otak reptil.
Namun jika sikap anak yang tidak sesuai dengan keinginan kita tadi diterjemahkan sebagai sebuah komunikasi yang sedang dilakukannya kepada orang tuanya bahwa cara yang mendidik yang diterapkan tidak cocok dengan dirinya secara pribadi; maka anda tidak jadi kesal malainkan malah mencoba mengkoreksi atau mengevaluasi diri untuk bisa berbuat lebih baik.

Smart Listener...untuk lebih jelasnya anda bisa menyimak; cerita saya tentang mendidik tanpa kekerasan; yang mengisahkan bagaimana Orang Tua DR Arun Gandhi (anak dari Mahatma Gandhi), menterjemahkan setiap prilaku buruk anaknya, sebagai evaluasi diri dari prilaku dirinya........ Kisahnya sungguh sangat menginspirasi saya secara pribadi....



Sahabat Parenting....Lalu bagaimana solusinya......?



Mari kita bicara sedikit mengenai solusi untuk pola didik orang tua kita dimasa lalu.....?
Smart Listener yang berbahagia .....Saya juga dulu juga pernah mengalami cara mendidik yang kurang cocok dengan diri saya pribadi; marilah kita maklumi dan maafkan orang tua kita agar kita tidak meneruskan tradisi ini pada anak kita. Sejak dulu tidak pernah ada sekolah tentang cara menjadi orang tua yang baik dan mungkin dulu orang tua kita juga telah mengalami kekerasan yang sama dari orang tuanya dan tidak pernah ada yang memberitahukan solusinya seperti kita saat ini,


Smart Listener......Jika bukan kita sekarang.... lalu siapa lagi yang akan menghentikan tradisi turun-temurun ini...? Nah....Sekarang mari kita berbicara tentang solusi cara kita menanggapi prilaku negatif anak kita.



Sahabat Parenting pernah datang kepada saya seorang Bapak yang mengaku kewalahan terhadap prilaku anaknya dan dia mengaku sudah mulai menggunakan cara-cara kekerasan untuk mengendalikannya; namun ternyata prilakunya malah semakin menjadi-jadi.

Wah....dalam hati saya tersenyum....kalo ini sepertinya Reptil Besar telah berhadapan dan bertarung dengan reptil yang lebih kecil namun sama kerasnya.



Smart Listener.... Lalu saya ceritakan hasil sebuah penelitian tentang ciri-ciri umum prilaku anak kepada si Bapak tadi; Saya jelasakan bahwa sesungguhnya setiap anak punya prilaku yang berbeda satu dengan lainnya dan bisa dikategorikan kedalam beberapa kelompok;

Ternyata bahwa setiap prilaku anak yang ditunjukan pada kita sesungguhnya merupakan petunjuk-petunjuk dari Tuhan yang berhubungan dengan; Keunggulan dirinya, Kecerdasan yang dimilikinya, Profesi dan peluang keberhasilan yang akan dicapai dimasa depannya kelak.

Wow....! Sungguh kaget luar biasa si Bapak ini mendengar penjelasan dari saya.....Bahkan saya ingat betul ia sempat mengkaitkan pejelasan saya dengan sebuah pesan Tuhan yang lebih kurang berbunyi; “Bahwa susungguhnya Tuhan tiada pernah menciptakan sesuatu secara sia-sia”

Sahabat Parenting..... Sungguh saya sudah mempelajarinya dan memperhatikan setiap hari prilaku anak-anak saya. Dan ternyata salah satu prilaku anak yang dikeluhkan oleh sibapak tadi juga dimiliki oleh anak saya;



Saya ceritakan bahwa anak saya yang berusia 2 tahun lebih juga telah menunjukkan prilaku yang serupa...



Anak saya memiliki ciri-ciri prilaku yang mirip dengan anak sibapak tadi; keras; tidak mau kalah, suka memaksa, Suka mengatur sampai bahkan kita orang tuanyapun terkadang sering diaturnya, Tidak sabaran, Ingin disegerakan, suka memukul, teriakannya kerasnya luar biasa, tidak pernah bisa duduk diam, selalu melompat sana-sini, dsb.... Begitulah saya katakan ciri kelompok kedua dari Prilaku Umum Anak. Sebernarnya apa dibalik semua prilaku yang sering kali selalu kita konotasikan sebagai sesuatu yang negatif itu.....

Last Updated ( Monday, 19 February 2007 )